Jumat, 02 Mei 2014

FF : Her Husband, The Father and Him - CR [Oneshoot]


Tittle : Her Husband, The Father and Him
Genre : Drama
Lenght : Oneshoot
                                          
Little Notes :
Oneshoot pertama diblog ini *yehet*. Cerita ini author dedikasikan untuk seorang teman *kekeke*. Happy reading.

Main Cast :
-          Wuzun
-          Choi Ji In (OC)

Others :
-          Lee Hana (OC)
-          Nam Haerin (OC)

Korea selatan 21 februari 2011

>> Ji In PoV

Hari itu aku terbangun lebih telat dari hari-hari lainnya, hal ini membuatku harus terburu-buru mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah.  Setelah siap untuk berangkat, aku langsung berpamitan dengan ibu untuk pergi ke sekolah.

Aku Choi Ji In, siswi kelas tiga Hyundai Chungun High School daerah Ulsan. Tahun ini adalah tahun terakhirku berada di sekolah ini, karena pada bulan april nanti aku akan mengikuti ujian akhir yang menentukan aku dapat melanjutkan sekolah ke universitas atau tidak. Aku dilahirkan dikeluarga sederhana, aku adalah anak keempat dari tujuh bersaudara.
Pagi ini aku terpaksa harus berjalan sendiri ke sekolah, karena dua sahabatku - Lee Hana dan Nam Haerin - yang biasanya akan pergi bersamaku, pasti sudah berangkat lebih awal, ya, hari ini senin, akan ada upacara dan aku terlambat. Cukup hebat Choi ji in.

>> Author PoV

Ji In hampir sampai di perempatan jalan menuju sekolah, sekarang ia berlari kecil, karena ia sangat yakin bahwa ia sudah sangat terlambat. Dari arah lain sebuah mobil melaju dengan kencang, pengemudi pasti sudah tidak dapat melihat bahwa di depan mobilnya ada seorang gadis yang sedang berlari sehingga ia tetap mengemudikan mobinya dengan kecepatan yang tidak normal.

BRUKK. Ji In terpental dari tempatnya berdiri. Pengemudi mobil itu segera keluar dari mobil untuk memastikan siapa yang telah ia tebrak. Ji In membuka matanya perlahan, ia melihat sosok tampan yang kemudian menjadi kabur. Ji In pingsan. Pengemudi itu segera membopong Ji In ke dalam mobilnya dan membawa Ji In ke rumah sakit.

Beberapa jam setelah kejadian, Ji In tersadar. Saat ia membuka matanya, ia melihat sosok tampan itu lagi. Ya Ampun. Dia belum mati, tadi itu bukan malaikat pencabut nyawa ternyata.

“Are you okay?”, tanya sosok tampan itu.

“I’m okay, you’re not a korean?”, tanya Ji In menanggapi pertanyaan sosok tampan yang hampir menjelma menjadi malaikat mautnya.

“Yeah, i’m a tourist from Taiwan”, jawab pria itu.

Ji In hanya tersenyum, ia memegang kepalanya karena seperti ada yang aneh, ya itu perban, kemudian ia melihat jam tangannya.

“Ya ampun, aku benar-benar sudah terlambat”, ujar Ji In sambil merapikan baju sekolahnya kemudian langsung turun dari tempat tidur pasien.

“Where are you going?”, tanya pria itu.

“I’m going to my school, I was late by one hour lesson”, jawab Ji In.

“Ah, I’m sorry, i’ll take take you to the school”, ujar pria itu.

Ji In mengangguk. Tidak ada alasan untuk menolak tawaran itu. Jin harus menerimanya kalau dia masih ingin mengikuti pelajaran lainnya.

Dalam perjalanan menuju sekolah, Ji In hanya membisu, karena kini ia benar-benar berpikir bahwa ia sedang dalam masalah besar. Tapi ia tidak bisa memungkiri bahwa ia juga senang bisa diantarkan oleh pria bersosok tampan ini.

“Hei, i’m forget to introduce myself. My name is Wu Zun, and you?”, ujar pria itu.

“oh ya, I’m Choi Ji In”, tanggap Ji In.

Ji In tersenyum kecil betapa senangnya ia sekarang.

Sampai di depan halaman sekolah. Ji In turun dari mobil Wu Zun.

“Thank you very much”, ujar Ji In sambil menundukkan kepalanya agar dapat melihat Wu Zun melalui jendela mobilnya.

Wu Zun tersenyum, “Nice to meet you Ji In”. Mobil Wu Zun melaju meninggalkan sekolah.

Kini Ji In tersenyum begitu lebar, ia melapor ke keamanan sekolah bahwa ia baru saja mengalami kecelakaan sehingga terlambat masuk ke sekolah. kepala keamanan sekolah mengizin Ji In untuk masuk setelah melihat perban di kepala Ji In.

Saat sampai di ruangan kelas Ji In tidak berhenti tersenyum lebar. Dia senang bukan main akan apa yang terjadi padanya sebelumnya. Mengalami kecelakaan, kemudian ditolong seorang pangeran tampan. Wu Zun, ya itu namanya, Ji In mengingat nama itu terus menerus.

“Ya !! Choi Ji In, kenapa kau baru datang sekarang? Kau tidak tau kami sudah mempersiapkan kejutan untuk hari ulang tahun mu?”, teriak seorang anak perempuan yang tampak benar-benar kesal.

“Ji In ah, neo gwenchana? Kenapa kapala mu diperban?”, tanya anak perempuan berkacamata.

Ji In masi terdiam, dia masih dengan senyumnya, masih dengan khayalannya tentang Wu Zun.

“Ya Choi Ji In !!”, teriak anak perempuan yang berwajah kesal itu.

“Sudahlah Haerin sepertinya otak Ji In dalam keadaan yang tidak sehat sekarang”, ujar anak perempuan berkacamata.

“Hana ya, sepertinya kita harus membawanya ke UKS sekarang juga, aku mengkhawatirkannya sekarang”, tanggap anak perempuan bernama Haerin kepada anak perempuan berkacamata bernama Hana itu.

“Aku baik-baik saja, aku juga sudah diobati oleh seorang pria paling tampan yang pernah aku lihat di dunia. Kalian tidak perlu khawatir”, jawab Ji In yang lebih tampak seperti ‘melantur’.

“Apa?”, ujar kedua sahabat Ji In itu.

“Em, aku baru saja bertemu dengan seorang pria yang benar-benar tampan. Hana, Haerin aku rasa aku akan ikut beasiswa ke Taiwan itu”, ujar Ji In yang membuat kedua sahabatnya membulatkan matanya.

“Ji In terserang namja addicted lagi. Waktu kau suka Donghae oppa, kau berjanji akan ikut audisi SM agar bisa bertemu dengannya. Sekarang kau ingin ke Taiwan, itu pasti karena pria itu berasal dari Taiwan. Ya ampun Ji In”, ujar Hana sambil menggeleng-gelengkan kepala.

“Dari pada kita sibuk dengan penyakitnya Ji In itu, lebih baik kita makan saja kue yang tadi gagal kita berikan untuk Ji In”, ujar Haerin membuka sebuah kotak kue besar yang kini mengalihkan perhatian Ji In.

“Aaaaa kue ulang tahun”, teriak Ji In.

“Andwe andwe, kau terus lah berkhayal tentang namja tampan itu”, ujar Haerin.

Hana tertawa melihat tingkah kedua sahabatnya itu. Tapi Haerin benar Ji In memang masih memikirkan namjatampan itu dan ia benar-benar bertekad akan ikut beasiswa ke Taiwan. Siapa yang tahu, di hari Ulang Tahunnya ia bertemu dengan pangeran tampan yang bahkan dapat membuatnya mengalihkan pandangannya dari Lee Donghae.

~ 3 tahun kemudian.

Taiwan 19 Febuari 2014

“Ji In ah, kau tau? Ada tetangga baru disebelah rumah kita”, ujar Haerin yang tampak antusias.

“Oh ya?”, ujar Ji In datar menanggapi temannya yang agak suka melebihkan sesuatu hal.

“Mereka keluarga muda yang benar-benar imut, wah senang sekali melihatnya. Pasangan suami istri itu benar-benar sempurna, suaminya tampan, istrinya cantik dan anak mereka benar-benar imut”, tambah Haerin lebih antusias lagi.

“Kau ingin punya keluarga seperti itu?”, tanya Hana yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
Haerin mengangguk.

“Tinggalkan lah kebiasaanmu menonton reality show dan berhentilah menyukai Do Kyungsoo, sehingga kau bisa dengan cepat menyelesaikan skripsimu”, jawab Hana dengan muka yang dibuat-buat serius.

Haerin hanya mengerucutkan bibirnya dan meninggalkan kedua sahabatnya dengan kesal. Ji In tersenyum melihat kedua sahabatnya itu, itulah kami selalu begitu menyela satu sama lain, tapi sebenarnya saling menyayangi *ya ampun*. Ji In berjalan menuju pintu keluar rumahnya.

“Kau mau kemana?”, tanya Hana sambil membetul letak kacamatanya.

“Aku akan membuang tumpukan sampah ini, kita tidak bisa berharap Haerin akan melakukannya”, ujar Ji In yang membuat Hana tersenyum.

Ji In keluar rumah, ia menenteng tempat sampah yang penuh. Kemudian seseorang menyapanya dengan bahasa Taiwan. Hal itu sudah bukan hal yang menakutkan bagi Ji In, karena setelah bersekolah di Taiwan tiga tahu jelas saja kemampuannya berbahasa Taiwan sudah lebih baik.

“Nihao”, sapa seorang wanita cantik dari sebelah rumah Ji In.

“Ah, Nihao. Anda tetangga baru kami ternyata. Selamat datang di lingkungan ini”, ujar Ji In menyapa wanita itu kembali.

Wanita itu benar-benar cantik dan tampak sangat ramah. Ia tampak sedang menggendong seorang anak laki berumur sekitar satu tahun. Aku melambaikan tanganku pada bocah laki-laki kecil yang tampan itu.

“Mari saling bertetangga dengan baik dan mohon bantuannya selama kami tinggal disini”, ujar wanita cantik itu.

 Aku tersenyum pada wanita itu kemudian kembali ke dalam rumah.

Taiwan 20 Februari 2014

Siang itu Ji In, Haerin dan Hana masih di sekolah menunggu semua murid TK mereka dijemput. Mereka bertiga mengisi waktu kosong dari kuliah mereka dengan mengajar di sebuah playgroup yang berada tidak jauh dari rumah mereka. Haerin terpaku melihat seorang anak yang duduk sendirian di dekat pagar, ia merasa mengenal anak itu, kemudian menghampirinya. Haerin menuntun anak itu menuju ke dalam ruangan, karena ia takut jika anak itu menyebrang sembarangan.

“Halo ibu guru Ji In dan Hana, ini Nei Nei, murid baru kita. Dia juga tetangga baru kita”,ujar Haerin pada temannya.

“Halo Nei-Nei”, sapa Hana.

“Wah kamu cantik sekali, mirip seperti ibumu ya”, tambah Ji In yang tampak jatuh cinta dengan Nei Nei kecil.

“Nei Nei, siapa yang akan menjemput Nei Nei?”, tanya Haerin

“Papa”, jawab Nei Nei.

Nei Nei tampak kehausan karena dari tadi ia menjilat bibirnya.

“Ibu guru akan mengambilkan Nei Nei air, sebentar ya”, ujar Ji In.

Saat Ji In berjalan menuju dalam sekolah, seorang pria tampan turun dari mobilnya, kemudian melambaikan tangannya pada Nei Nei. Pria itu berjalan menuju Nei Nei dan kedua gurunya. Mata Haerin tidak berkedip, itu membuat Hana mencubit tangan Haerin.

“Wah Nei Nei sedang bermain dengan ibu guru ya?”, tanya pria itu pada anaknya.
Haerin dan Hana hanya tersenyum.

“Besok akan ada pagelaran seni untuk anak-anak yang akan lulus, mungkin Nei Nei bisa datang dengan keluarganya, untuk menonton”, ujar Hana yang hampir saja lupa memberi tahukan hal ini pada orang tua murid baru.

“oh ya? Pasti menyenangkan, kami tentu akan datang”, tanggap pria itu.
Beberapa menit setelah Nei Nei dan ayahnya pulang, Ji In kembali dengan segelas air.

“Kau telat sekali Ji In, baru saja kami melihat ayah tampannya Nei Nei”, ujar Hana.
Ji In hanya mengedikkan bahunya, tidak berantusias.

Taiwan 21 Februari 2014 – Pagelaran Seni TK

Ji In sibuk merapikan baju murid-muridnya yang akan tampil. Haerin sibuk mempersiapkan settingan panggung untuk penampilan drama murud-muridnya. Sedangkan Hana terus mengajari ekspresi yang baik pada beberapa murid yang tampak gugup.

Ji In selesai dengan pekerjaannya, ia segera keluar gedung untuk menyambut tamu-tamu yang merupakan orang tua murid yang akan lulus dan yang baru saja bergabung dengan TK itu. Ji In melihat wanita muda tetangganya turun dari mobil, ia menggendong bocah laki-laki yang beberapa hari yang lalu Ji In sapa. Kemudian Nei Nei keluar dari pintu belakang mobil, menunggu orang lain dalam mobil keluar. Seorang pria keluar dari pintu kemudi, pria itu, Wu Zun, pangeran tampan yang membuatku berada di aiwan sekarang. Dia ?

DEG. Hati Ji In tiba-tiba saja terasa sakit. Dunia seakan berhenti berputar. Pria yang iya kagumi itu, pria yang menolongnya itu, sudah berkeluarga ?
Ji In segera berlari kedalam gedung, ia tidak menangis ia hanya tidak mampu berdiri dengan kakinya sendiri saat ini.

“Ji In ah, ayo kita keluar, siapa tau kau bisa melihat namja impianmu itu disini. Dan ini hari ulang tahunmu, mungkin saja hal itu terjadi lagi, kau bertemu dengannya”, ujar Haerin bercanda.

DEG. Haerin benar namja itu ada disini. Dia bersama keluarganya. Dia seorang suami. Dia seorang ayah. Dia. Tidak akan bisa aku miliki. Sebulir cairan hangat mengalir di sudut mata Ji In. 

Hana curiga dengan kelakuan Ji In yang tampak tidak biasa, ia tidak bersemangat.

“Ji In ah, gwenchana?”, tanya Hana.

“Hana ah, itu dia, dia suami tetangga baru kita, dia ayah Nei Nei”, isak Ji In menghamburkan pelukannya ke Hana.

Haerin melihat hal itu, memberi isyarat bertanya pada Hana, Hana hanya mengacungkan jarinya kemulut, agar Haerin tidak ribut.
(END)


Foto : Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar