Genre : Drama
Lenght
: Oneshoot
Little Notes :
Oneshoot
pertama diblog ini *yehet*. Cerita ini author dedikasikan untuk seorang teman
*kekeke*. Happy reading.
Main Cast :
-
Wuzun
-
Choi
Ji In (OC)
Others :
-
Lee
Hana (OC)
-
Nam
Haerin (OC)
Korea
selatan 21 februari 2011
>> Ji In
PoV
Hari
itu aku terbangun lebih telat dari hari-hari lainnya, hal ini membuatku harus
terburu-buru mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah. Setelah siap untuk berangkat, aku langsung
berpamitan dengan ibu untuk pergi ke sekolah.
Aku
Choi Ji In, siswi kelas tiga Hyundai Chungun High School daerah Ulsan. Tahun ini
adalah tahun terakhirku berada di sekolah ini, karena pada bulan april nanti
aku akan mengikuti ujian akhir yang menentukan aku dapat melanjutkan sekolah ke
universitas atau tidak. Aku dilahirkan dikeluarga sederhana, aku adalah anak
keempat dari tujuh bersaudara.
Pagi
ini aku terpaksa harus berjalan sendiri ke sekolah, karena dua sahabatku - Lee Hana
dan Nam Haerin - yang biasanya akan pergi bersamaku, pasti sudah berangkat lebih
awal, ya, hari ini senin, akan ada upacara dan aku terlambat. Cukup hebat Choi
ji in.
>> Author
PoV
Ji
In hampir sampai di perempatan jalan menuju sekolah, sekarang ia berlari kecil,
karena ia sangat yakin bahwa ia sudah sangat terlambat. Dari arah lain sebuah
mobil melaju dengan kencang, pengemudi pasti sudah tidak dapat melihat bahwa di
depan mobilnya ada seorang gadis yang sedang berlari sehingga ia tetap
mengemudikan mobinya dengan kecepatan yang tidak normal.
BRUKK.
Ji In terpental dari tempatnya berdiri. Pengemudi mobil itu segera keluar dari
mobil untuk memastikan siapa yang telah ia tebrak. Ji In membuka matanya
perlahan, ia melihat sosok tampan yang kemudian menjadi kabur. Ji In pingsan.
Pengemudi itu segera membopong Ji In ke dalam mobilnya dan membawa Ji In ke
rumah sakit.
Beberapa
jam setelah kejadian, Ji In tersadar. Saat ia membuka matanya, ia melihat sosok
tampan itu lagi. Ya Ampun. Dia belum mati, tadi itu bukan malaikat pencabut
nyawa ternyata.
“Are
you okay?”, tanya sosok tampan itu.
“I’m
okay, you’re not a korean?”, tanya Ji In menanggapi pertanyaan sosok tampan
yang hampir menjelma menjadi malaikat mautnya.
“Yeah,
i’m a tourist from Taiwan”, jawab pria itu.
Ji
In hanya tersenyum, ia memegang kepalanya karena seperti ada yang aneh, ya itu
perban, kemudian ia melihat jam tangannya.
“Ya
ampun, aku benar-benar sudah terlambat”, ujar Ji In sambil merapikan baju
sekolahnya kemudian langsung turun dari tempat tidur pasien.
“Where
are you going?”, tanya pria itu.
“I’m
going to my school, I was late by one hour lesson”, jawab Ji In.
“Ah,
I’m sorry, i’ll take take you to the school”, ujar pria itu.
Ji
In mengangguk. Tidak ada alasan untuk menolak tawaran itu. Jin harus
menerimanya kalau dia masih ingin mengikuti pelajaran lainnya.
Dalam
perjalanan menuju sekolah, Ji In hanya membisu, karena kini ia benar-benar
berpikir bahwa ia sedang dalam masalah besar. Tapi ia tidak bisa memungkiri
bahwa ia juga senang bisa diantarkan oleh pria bersosok tampan ini.
“Hei,
i’m forget to introduce myself. My name is Wu Zun, and you?”, ujar pria itu.
“oh
ya, I’m Choi Ji In”, tanggap Ji In.
Ji
In tersenyum kecil betapa senangnya ia sekarang.
Sampai
di depan halaman sekolah. Ji In turun dari mobil Wu Zun.
“Thank
you very much”, ujar Ji In sambil menundukkan kepalanya agar dapat melihat Wu
Zun melalui jendela mobilnya.
Wu
Zun tersenyum, “Nice to meet you Ji In”. Mobil Wu Zun melaju meninggalkan
sekolah.
Kini
Ji In tersenyum begitu lebar, ia melapor ke keamanan sekolah bahwa ia baru saja
mengalami kecelakaan sehingga terlambat masuk ke sekolah. kepala keamanan
sekolah mengizin Ji In untuk masuk setelah melihat perban di kepala Ji In.
Saat
sampai di ruangan kelas Ji In tidak berhenti tersenyum lebar. Dia senang bukan
main akan apa yang terjadi padanya sebelumnya. Mengalami kecelakaan, kemudian
ditolong seorang pangeran tampan. Wu Zun, ya itu namanya, Ji In mengingat nama
itu terus menerus.
“Ya
!! Choi Ji In, kenapa kau baru datang sekarang? Kau tidak tau kami sudah
mempersiapkan kejutan untuk hari ulang tahun mu?”, teriak seorang anak
perempuan yang tampak benar-benar kesal.
“Ji
In ah, neo gwenchana? Kenapa kapala mu diperban?”, tanya anak perempuan
berkacamata.
Ji
In masi terdiam, dia masih dengan senyumnya, masih dengan khayalannya tentang
Wu Zun.
“Ya
Choi Ji In !!”, teriak anak perempuan yang berwajah kesal itu.
“Sudahlah
Haerin sepertinya otak Ji In dalam keadaan yang tidak sehat sekarang”, ujar
anak perempuan berkacamata.
“Hana
ya, sepertinya kita harus membawanya ke UKS sekarang juga, aku
mengkhawatirkannya sekarang”, tanggap anak perempuan bernama Haerin kepada anak
perempuan berkacamata bernama Hana itu.
“Aku
baik-baik saja, aku juga sudah diobati oleh seorang pria paling tampan yang
pernah aku lihat di dunia. Kalian tidak perlu khawatir”, jawab Ji In yang lebih
tampak seperti ‘melantur’.
“Apa?”,
ujar kedua sahabat Ji In itu.
“Em,
aku baru saja bertemu dengan seorang pria yang benar-benar tampan. Hana, Haerin
aku rasa aku akan ikut beasiswa ke Taiwan itu”, ujar Ji In yang membuat kedua
sahabatnya membulatkan matanya.
“Ji
In terserang namja addicted lagi. Waktu kau suka Donghae oppa, kau berjanji
akan ikut audisi SM agar bisa bertemu dengannya. Sekarang kau ingin ke Taiwan,
itu pasti karena pria itu berasal dari Taiwan. Ya ampun Ji In”, ujar Hana
sambil menggeleng-gelengkan kepala.
“Dari
pada kita sibuk dengan penyakitnya Ji In itu, lebih baik kita makan saja kue
yang tadi gagal kita berikan untuk Ji In”, ujar Haerin membuka sebuah kotak kue
besar yang kini mengalihkan perhatian Ji In.
“Aaaaa
kue ulang tahun”, teriak Ji In.
“Andwe
andwe, kau terus lah berkhayal tentang namja tampan itu”, ujar Haerin.
Hana
tertawa melihat tingkah kedua sahabatnya itu. Tapi Haerin benar Ji In memang
masih memikirkan namjatampan itu dan ia benar-benar bertekad akan ikut beasiswa
ke Taiwan. Siapa yang tahu, di hari Ulang Tahunnya ia bertemu dengan pangeran
tampan yang bahkan dapat membuatnya mengalihkan pandangannya dari Lee Donghae.
~
3 tahun kemudian.
Taiwan
19 Febuari 2014
“Ji
In ah, kau tau? Ada tetangga baru disebelah rumah kita”, ujar Haerin yang
tampak antusias.
“Oh
ya?”, ujar Ji In datar menanggapi temannya yang agak suka melebihkan sesuatu
hal.
“Mereka
keluarga muda yang benar-benar imut, wah senang sekali melihatnya. Pasangan suami istri itu benar-benar sempurna, suaminya tampan, istrinya cantik dan anak mereka benar-benar imut”, tambah Haerin lebih antusias lagi.
“Kau
ingin punya keluarga seperti itu?”, tanya Hana yang tiba-tiba muncul entah dari
mana.
Haerin
mengangguk.
“Tinggalkan
lah kebiasaanmu menonton reality show dan berhentilah menyukai Do Kyungsoo,
sehingga kau bisa dengan cepat menyelesaikan skripsimu”, jawab Hana dengan muka
yang dibuat-buat serius.
Haerin
hanya mengerucutkan bibirnya dan meninggalkan kedua sahabatnya dengan kesal. Ji
In tersenyum melihat kedua sahabatnya itu, itulah kami selalu begitu menyela
satu sama lain, tapi sebenarnya saling menyayangi *ya ampun*. Ji In berjalan
menuju pintu keluar rumahnya.
“Kau
mau kemana?”, tanya Hana sambil membetul letak kacamatanya.
“Aku
akan membuang tumpukan sampah ini, kita tidak bisa berharap Haerin akan
melakukannya”, ujar Ji In yang membuat Hana tersenyum.
Ji
In keluar rumah, ia menenteng tempat sampah yang penuh. Kemudian seseorang
menyapanya dengan bahasa Taiwan. Hal itu sudah bukan hal yang menakutkan bagi
Ji In, karena setelah bersekolah di Taiwan tiga tahu jelas saja kemampuannya
berbahasa Taiwan sudah lebih baik.
“Nihao”,
sapa seorang wanita cantik dari sebelah rumah Ji In.
“Ah,
Nihao. Anda tetangga baru kami ternyata. Selamat datang di lingkungan ini”,
ujar Ji In menyapa wanita itu kembali.
Wanita
itu benar-benar cantik dan tampak sangat ramah. Ia tampak sedang menggendong
seorang anak laki berumur sekitar satu tahun. Aku melambaikan tanganku pada
bocah laki-laki kecil yang tampan itu.
“Mari
saling bertetangga dengan baik dan mohon bantuannya selama kami tinggal disini”,
ujar wanita cantik itu.
Aku tersenyum pada wanita itu kemudian kembali
ke dalam rumah.
Taiwan
20 Februari 2014
Siang
itu Ji In, Haerin dan Hana masih di sekolah menunggu semua murid TK mereka
dijemput. Mereka bertiga mengisi waktu kosong dari kuliah mereka dengan
mengajar di sebuah playgroup yang berada tidak jauh dari rumah mereka. Haerin
terpaku melihat seorang anak yang duduk sendirian di dekat pagar, ia merasa
mengenal anak itu, kemudian menghampirinya. Haerin menuntun anak itu menuju ke
dalam ruangan, karena ia takut jika anak itu menyebrang sembarangan.
“Halo
ibu guru Ji In dan Hana, ini Nei Nei, murid baru kita. Dia juga tetangga baru
kita”,ujar Haerin pada temannya.
“Halo
Nei-Nei”, sapa Hana.
“Wah
kamu cantik sekali, mirip seperti ibumu ya”, tambah Ji In yang tampak jatuh
cinta dengan Nei Nei kecil.
“Nei
Nei, siapa yang akan menjemput Nei Nei?”, tanya Haerin
“Papa”,
jawab Nei Nei.
Nei
Nei tampak kehausan karena dari tadi ia menjilat bibirnya.
“Ibu
guru akan mengambilkan Nei Nei air, sebentar ya”, ujar Ji In.
Saat
Ji In berjalan menuju dalam sekolah, seorang pria tampan turun dari mobilnya,
kemudian melambaikan tangannya pada Nei Nei. Pria itu berjalan menuju Nei Nei
dan kedua gurunya. Mata Haerin tidak berkedip, itu membuat Hana mencubit tangan
Haerin.
“Wah
Nei Nei sedang bermain dengan ibu guru ya?”, tanya pria itu pada anaknya.
Haerin
dan Hana hanya tersenyum.
“Besok
akan ada pagelaran seni untuk anak-anak yang akan lulus, mungkin Nei Nei bisa
datang dengan keluarganya, untuk menonton”, ujar Hana yang hampir saja lupa
memberi tahukan hal ini pada orang tua murid baru.
“oh
ya? Pasti menyenangkan, kami tentu akan datang”, tanggap pria itu.
Beberapa
menit setelah Nei Nei dan ayahnya pulang, Ji In kembali dengan segelas air.
“Kau
telat sekali Ji In, baru saja kami melihat ayah tampannya Nei Nei”, ujar Hana.
Ji
In hanya mengedikkan bahunya, tidak berantusias.
Taiwan
21 Februari 2014 – Pagelaran Seni TK
Ji
In sibuk merapikan baju murid-muridnya yang akan tampil. Haerin sibuk
mempersiapkan settingan panggung untuk penampilan drama murud-muridnya. Sedangkan
Hana terus mengajari ekspresi yang baik pada beberapa murid yang tampak gugup.
Ji
In selesai dengan pekerjaannya, ia segera keluar gedung untuk menyambut
tamu-tamu yang merupakan orang tua murid yang akan lulus dan yang baru saja
bergabung dengan TK itu. Ji In melihat wanita muda tetangganya turun dari
mobil, ia menggendong bocah laki-laki yang beberapa hari yang lalu Ji In sapa. Kemudian
Nei Nei keluar dari pintu belakang mobil, menunggu orang lain dalam mobil
keluar. Seorang pria keluar dari pintu kemudi, pria itu, Wu Zun, pangeran
tampan yang membuatku berada di aiwan sekarang. Dia ?
DEG.
Hati Ji In tiba-tiba saja terasa sakit. Dunia seakan berhenti berputar. Pria
yang iya kagumi itu, pria yang menolongnya itu, sudah berkeluarga ?
Ji
In segera berlari kedalam gedung, ia tidak menangis ia hanya tidak mampu
berdiri dengan kakinya sendiri saat ini.
“Ji
In ah, ayo kita keluar, siapa tau kau bisa melihat namja impianmu itu disini. Dan ini hari ulang tahunmu, mungkin saja hal itu terjadi lagi, kau bertemu dengannya”, ujar
Haerin bercanda.
DEG.
Haerin benar namja itu ada disini. Dia bersama keluarganya. Dia seorang suami.
Dia seorang ayah. Dia. Tidak akan bisa aku miliki. Sebulir cairan hangat
mengalir di sudut mata Ji In.
Hana
curiga dengan kelakuan Ji In yang tampak tidak biasa, ia tidak bersemangat.
“Ji
In ah, gwenchana?”, tanya Hana.
“Hana
ah, itu dia, dia suami tetangga baru kita, dia ayah Nei Nei”, isak Ji In
menghamburkan pelukannya ke Hana.
Haerin melihat hal itu,
memberi isyarat bertanya pada Hana, Hana hanya mengacungkan jarinya kemulut,
agar Haerin tidak ribut.
(END)
Foto : Google
(END)
Foto : Google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar